Friday, May 27, 2011

JABAL (gunung) RAHMAH : tempat bertemunya Nabi Adam AS dan Siti Hawa



Untuk mencapai puncak tempat ini, kita bisa menempuhnya sekitar 15 menit dari dasar bukit. Agar lebih mudah pemerintah setempat telah membangun infrastruktur yang memadai sehingga memudahkan bagi pengunjung untuk menikmatinya. Infrastruktur ini berupa jalanan berbentuk tangga dengan 168 undakan menuju puncak tugu.Bukit batu ini berada pada ketinggian kurang lebih enam puluh lima meter yang puncaknya menjulang. Di bukit ini terdapat sebuah monumen yang terbuat dari beton persegi empat dengan lebar kurang lebih 1, 8 meter dan tingginya 8 meter.

Dari bukit ini bisa dilihat pemandangan padang Arafah yang setiap tahunnya dipadati oleh jamaah dari penjuru dunia ketika musim haji tiba. Di sini kita juga dapat menyaksikan matahari yang terbit atau sinar jingga yang mengiringi saat menjelang terbenamnya matahari.

Jabal Rahmah juga merupakan tempat wahyu terakhir kepada Nabi Muhammad SAW tatkala melakukan wukuf. Wahyu tersebut termuat dalam QS Al-Maidah (5:3). Turunnya ayat ini membuat para sahabat bersedih, sebab mereka merasa akan kehilangan Rasulullah dan tak berapa lama kemudian, Rasulullah dipanggil menghadap oleh Allah SWT.

Peristiwa pertemuan nabi Adam AS dan Siti Hawa ini diabadikan oleh Allah SWT dalam Alquran, surah Al-Baqarah ayat 35 dan 38 serta Al-A’raf ayat 19-25 dan surah Thoha ayat 123. ”Dan kami berfirman, ”Wahai Adam ! Tinggallah Engkau dan istrimu didalam surga, dan makanlah dengan niikmat (berbagai makanan) yang ada disana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon itu (khuldi, red), nanti kamu akan termasuk orang-orang yang zalim.” (QS 2:35) ”Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain. Dan bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan. (QS 2: 36). ”Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS 2:38).

Dalam surah Al-A’raf, diusirnya Adam dan Hawa dari surga ini diabadikan pada ayat 24-25. ”Turunlah kamu! Kamu akan saling bermusuhan satu sama lain. Bumi adalah tempat kediaman dan kesenangan sampai waktu yang telah ditentukan. Disana kamu hidup, disana kamu mati dan dari sana (pula) kamu akan dibangkitkan.” (QS 7:24-25).

Adam dan Hawa diusir dari surga karena melanggar larangan Allah, yakni memakan buah khuldi, akibat bujuk rayu Iblis. Iblis berkata kepada Adam dan Hawa : ”Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (yakni pohon keabadian) dan kerajaan yang tidak akan binasa?. Lalu keduanya memakannya, hingga tampaklah aurat mereka dan mulailah keduanya menutupinya daun-daun (yang ada di) surga, dan telah durhakalah Adam kepada Tuhannya, dan sesatlah dia.” (QS Thaha (20) : 120-121)

Akibat melanggar larangan tersebut, Adam AS dianggap durhaka kepada Allah SWT dan tersesat, karena mengikuti bisikan Iblis. Menurut sebagian ulama, kesalahan Adam AS ini, meskipun tidak begitu besar menurut ukuran manusia biasa, sudah dinamakan durhaka dan sesat, karena tingginya martabat dan kedudukan Adam AS sebagai seorang Nabi yang harus menjadi teladan bagi yang lain.

Adam AS awalnya menolak mengikuti bujukan Iblis. Namun, desakan Siti Hawa yang begitu kuat, akhirnya membuat Adam ikut memakan buah tersebut. Akibatnya, setelah memakan buah tersebut, terlepaslah pakaian mereka sehingga nampak auratnya. Demikian diterangkan dalam An Nihayah fi Gharib Al-Hadits, karya Abu Sa’adaat Ibnul Atsir jilid 3 hlm 158).

Menurut beberapa keterangan, selain Iblis, Adam dan Hawa, yang turut pula diusir dari surga adalah seekor ular. Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari RA dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat ke-36 QS Al-Baqarah, membawakan sebuah riwayat dengan sanadnya bersambang kepada para sahabat Nabi SAW seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan lainnya menerangkan : ”Ketika Allah memerintahkan kepada Adam dan Hawa untuk tinggal di surga dan melarang keduanya memakn buah khuldi, Iblis memiliki kesempatan untuk menggoda Adam dan Hawa. Namun, ketika akan masuk ke surga, Iblis dihalangi oleh malaikat. Namun, dengan tipu muslihatnya, Iblis kemudian mendatangi seekor ular, yang waktu itu ia adalah hewan yang mempunyai empat kaki seperti onta, dan ia adalah hewan yang paling bagus bentuknya. Setelah berbasa-basi, Iblis lalu masuk ke mulut ular dan ular itupun masuk ke surga sehingga Iblis lolos dari pengawasan malaikat.” Karena itulah, mereka semua akhirnya diusir dari surga.

Lalu setelah diusir dari surga, dimanakah Adam dan Hawa diturunkan, dan dimanakah bertemunya? Belum ada keterangan yang paling shahih tentang itu. Namun, sebagian ulama sepakat, bahwa keduanya diturunkan secara terpisah dan kemudian bertemu di Jabal Rahmah, di Arafah.

Menurut Al-Imam At-Thabari dalam Tarikhnya (jilid 1 hlm 121-126), bahwa Mujahid meriwayatkan keterangan Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutthalib yang mengatakan : ”Adam diturunkan dari surga ke bumi di negeri India.” Abu Shaleh meriwayatkan juga dari Ibnu Abbas yang menerangkan bahwa Hawa diturunkan di Jeddah (Arab : Nenek perempuan) yang merupakan bagian dari Makkah. Kemudian dalam riwayat lain At-Thabari meriwayatkan lagi bahwa iblis diturunkan di negeri Maisan, yaitu negeri yang terletak antara Basrah dengan Wasith. Sedangkan ular diturunkan di negeri Asbahan (Iran).

Riwayat lain menyebutkan, Adam diturunkan di bukit Shafa dan Siti Hawa di bukit Marwah. Sedangkan riwayat lain menyebutkan Adam AS diturunkan di antara Makkah dan Thaif. Ada pula yang berpendapat Adam di turunkan di daerah India, sementara Hawa diturunkan di Irak.

Al-quran sendiri tidak menerangkan secara jelas dimana Adam dan Hawa diturunkan. Alquran hanya menjelaskan tentang proses diturunkanya Adam dan Hawa ke bumi. Lihat Al-Baqarah [2]:30-38 dan Al-A’raaf [7]:11-25.

Sementara itu, menurut legenda dalam agama Kristen, setelah diusir dari Taman Eden (surga), Adam pertama kali menjejakkan kakinya di muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai Puncak Adam atau Al-Rohun yang kini terdapat di Sri Lanka.

Bila sebagian ulama berselisih pendapat mengenai tempat diturunkannya Adam dan Hawa, namun mereka bersepakat kalau keduanya kemudian bertemu di Jabal Rahmah, setelah terpisah selama ratusan tahun.

Keyakinan bahwa bertemunya Adam dan Hawa di Jabal Rahmah di Arafah itu kemudian dikukuhkan dengan dibangunnya sebuah tugu oleh pemerintah Arab Saudi di tempat tersebut.

Al Imam Al Auza’ie meriwayatkan dari Hasan bin Athiyyah bahwa Adam dan Hawwa’ menangis ketika turun di bumi selama 60 tahun karena menyesali berbagai kenikmatan di surga yang tidak didapati lagi oleh keduanya di bumi ini. Keduanya juga menagis karena menyesali dosa yang dilakukan oleh keduanya. Demikian Ibnu Katsir meriwayatkannya dalam Kitab Al-Bidayah Wa Al-Nihayah, jilid 1 hlm 74. Wa Allahu A’lamu.

MASJID NABAWI


Disebut Masjid Nabawi karena Nabi Muhammad SAW. selalu menyebutnya dengan kalimat, "Masjidku", pada setiap kali beliau menerangkan tentang sebuah masjid yang sekarang berada di pusat kota Madinah.

Berziarah ke masjid Nabawi ini adalah masyru' (diperintahkan) dan termasuk ibadah. Penyataan ini sesuai dengan sabda Rasul : "Janganlah kau mementingkan bepergian kecuali kepada tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi) dan Masjidil Aqsa'.


SEJARAH

Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah saw., setelaj Masjid Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah beliau dari Mekkah ke Madinah. Masjid Nabawi dibangun sejak saat-saat pertama Rasulullah saw. tiba di Madinah, yalah di tempat unta tunggangan Nabi saw. menghentikan perjalanannya. Lokasi itu semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin ‘Amr, yang kemudian dibeli oleh Rasulullah saw. untuk dibangunkan masjid dan tempat kediaman beliau.

Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5 m. Rasulullah saw. turut membangunnya dengan tangannya sendiri, bersama-sama dengan para shahabat dan kaum muslimin. Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan sedikit penerangan dengan membakar jerami.

Kemudian melekat pada salah satu sisi masjid, dibangun kediaman Nabi saw. Kediaman Nabi ini tidak seberapa besar dan tidak lebih mewah dari keadaan masjidnya, hanya tentu saja lebih tertutup. Selain itu ada pula bagian yang digunakan sebagai tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak memiliki rumah. Belakangan, orang-orang ini dikenal sebagai ahlussufah atau para penghuni teras masjid.

Setelah itu berkali-kali masjid ini direnovasi dan diperluas. Renovasi yang pertama dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab di tahun 17 H, dan yang kedua oleh Khalifah Utsman bin Affan di tahun 29 H. Di zaman modern, Raja Abdul Aziz dari Kerajaan Saudi Arabia meluaskan masjid ini menjadi 6.024 m² di tahun 1372 H. Perluasan ini kemudian dilanjutkan oleh penerusnya, Raja Fahd di tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya hampir mencapai 100.000 m², ditambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000 m². Masjid Nabawi kini dapat menampung kira-kira 535.000 jemaah.




Keutamaannya dinyatakan oleh Nabi saw., sebagaimana diterima dari Jabir ra. (yang artinya):

"Satu kali salat di masjidku ini, lebih besar pahalanya dari seribu kali salat di masjid yang lain, kecuali di Masjidil Haram. Dan satu kali salat di Masjidil Haram lebih utama dari seratus ribu kali salat di masjid lainnya." (Riwayat Ahmad, dengan sanad yang sah)

Diterima dari Anas bin Malik bahwa Nabi SAW bersabda (yang artinya):

"Barangsiapa melakukan salat di mesjidku sebanyak empat puluh kali tanpa luput satu kali salat pun juga, maka akan dicatat kebebasannya dari neraka, kebebasan dari siksa dan terhindarlah ia dari kemunafikan." (Riwayat Ahmad dan Thabrani dengan sanad yang sah)

Dari Sa’id bin Musaiyab, yang diterimanya dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda (yang artinya):

"Tidak perlu disiapkan kendaraan, kecuali buat mengunjungi tiga buah masjid: Masjidil Haram, masjidku ini, dan Masjidil Aqsa." (Riwayat Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Berdasarkan hadis-hadis ini maka Kota Medinah dan terutama Masjid Nabawi selalu ramai dikunjungi umat muslim yang tengah melaksanakan ibadah haji atau umroh sebagai amal sunah.

MULTAZAM, MAQAM IBRAHIM DAN HAJAR ASWAD

MULTAZAM


Multazam merupakan dinding Ka'bah yang terletak di antara Hajar Aswad dengan pintu Ka'bah. Tempat ini merupakan tempat utama dalam berdoa, yang dipergunakan oleh jamah Haji dan Umroh untuk berdoa/ bermunajat kepada Allah SWT setelah selesai melakukan Tawaf.

Saat bermunajat di depan Multazam ini, Jarang orang tidak meneteskan air mata di sini, terharu karena kebesaran Illahi.Multazam ini insya Allah merupakan tempat yang mustajab dalam berdoa, insya Allah doa dikabulkan oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, "Antara Rukun Hajar Aswad dan Pintu Ka'bah, yang disebut Multazam. Tidak seorangpun hamba Allah yang berdoa di tempat ini tanpa terkabul permintaannya"

-------------------------------------------------------------------------------------------------

MAQAM IBRAHIM


Maqom Ibrahim bukanlah kuburan Nabi Ibrahim sebagaimana dugaan atau pendapat sebagian orang. Maqom Ibrahim adalah batu pijakan pada saat Nabi Ibrahim membangun Ka'bah. Letak Maqom Ibrahim ini tidak jauh, hanya sekitar 3 meter dari Ka'bah dan terletak di sebelah timur Ka'bah.


Saat ini Maqom Ibrahim seperti terlihat pada foto di atas. Di dalam bangunan kecil ini terdapat batu tempat pijakan Nabi Ibrahim seperti dijelaskan di atas. Pada saat pembangunan Ka'bah batu ini berfungsi sebagai pijakan yang dapat naik dan turun sesuai keperluan nabi Ibrahim saat membangun Ka'bah. Bekas kedua tapak kaki Nabi Ibrahim masih nampak dan jelas dilihat.

Atas perintah Khalifah Al Mahdi Al Abbasi, di sekeliling batu Maqom Ibrahim itu telah diikat dengan perak dan dibuat kandang besi berbentuk sangkar burung.

-------------------------------------------------------------------------------------------------
HAJAR ASWAD


Hajar Aswad adalah “batu hitam” yang terletak di sudut sebelah Tenggara Ka’bah, yaitu sudut darimana Tawaf dimulai. Hajar Aswad merupakan jenis batu ‘RUBY’ yang diturunkan Allah dari surga melalui malaikat Jibril.

Hajar Aswad terdiri dari delapan keping yang terkumpul dan diikat dengan lingkaran perak. Batu hitam itu sudah licin karena terus menerus di kecup, dicium dan diusap-usap oleh jutaan bahkan milyaran manusia sejak Nabi Adam, yaitu jamaah yang datang ke Baitullah, baik untuk haji maupun untuk tujuan Umrah. Harap dicatat bahwa panggilan Haji telah berlangsung sejak lama yaitu sejak Nabi Adam AS. Bahkan masyarakat Jahilliah yang musyrik dan menyembah berhala pun masih secara setia melayani jemaah haji yang datang tiap tahun dari berbagai belahan dunia.

Nenek moyang Rasulullah, termasuk kakeknya Abdul Muthalib adalah para ahli waris dan pengurus Ka’bah. Atau secara spesifik adalah penanggung jawab air zamzam yang selalu menjadi primadona dan incaran para jemaah haji dan para penziarah. Hadist Sahih riwayat Tarmizi dan Abdullah bin Amir bin Ash mengatakan bahwa Rasul SAW bersabda :

Satu riwayat Sahih lainnya menyatakan:
Rukun (HajarAswad) dan makam (Batu/Makam Ibrahim) berasal dari batu-batu ruby surga yang kalau tidak karena sentuhan dosa-dosa manusia akan dapat menyinari antara timur dan barat. Setiap orang sakit yang memegangnya akan sembuh dari sakitnya”

Hadist Sahih riwayat Imam Bathaqie dan Ibnu ‘Abas RA, bahwa Rasul SAW bersabda:
“Allah akan membangkitkan Al-Hajar (Hajar Aswad) pada hari kiamat. Ia dapat melihat dan dapat berkata. Ia akan menjadi saksi terhadap orang yang pernah memegangnya dengan ikhlas dan benar”.

Hadis Siti Aisyah RA mengatakan bahwa Rasul SAW bersabda:
“Nikmatilah (peganglah) Hajar Aswad ini sebelum diangkat (dari bumi). Ia berasal dari surga dan setiap sesuatu yang keluar dari surga akan kembali ke surga sebelum kiamat”.

Berdasarkan bunyi Hadist itulah antara lain maka setiap jamaah haji baik yang mengerti maupun tidak mengerti akan senantiasa menjadikan Hajar Aswad sebagai ‘target’ berburu. Dua juta jemaah, datang dimusim haji secara bersamaan dan antri untuk keperluan dan target yang sama. Begitu padatnya, maka anda harus rela dan ikhlas untuk hanya bisa memberi ‘kecupan’ jarak jauh sembari melafaskan basmalah dan takbir: Bismillah Wallahu Akbar.

Hadis tersebut mengatakan bahwa disunatkan membaca do’a ketika hendak istilam (mengusap) atau melambainya pada permulaan thawaf atau pada setiap putaran, sebagai mana, diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA. Artinya:
“Bahwa Nabi Muhammad SAW datang ke Ka’bah lalu diusapnya Hajar Aswad sambil membaca Bismillah Wallahu Akbar”.

Lanjutannya dikisahkan bahwa batu hitam tersebut pernah terkubur pasir selama beberapa waktu.

RIWAYATNYA
Dalam riwayat lanjutannya bahwa batu hitam tersebut pernah terkubur pasir selama beberapa lama dan secara ajaib ditemukan kembali oleh Nabi Ismail AS ketika ia berusaha mendapatkan batu tambahan untuk menutupi dinding Ka’bah yang masih sedikit kurang. Batu yang ditemukan inilah rupanya yang sedang dicari oleh Nabi Ibrahim AS, yang serta merta sangat gembira dan tak henti-hantinya menciumi batu tersebut. Bahkan, ketika sudah tiba dekat ka’bah, batu itu tak segera diletakan di tempatnya. Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS menggotong batu itu sambil memutari Ka’bah tujuh putaran.

DIANGKUT DENGAN SORBAN MUHAMMAD
Diantara peristiwa penting yang berkenaan dengan batu ini adalah yang terjadi pada tahun 16 sebelum Hijrah (606 M) yaitu ketika suku Quraisy melakukan pemugaran Ka’bah. Pada saat itu hampir saja terjadi pertumpahan darah yang hebat karena sudah lima hari lima malam mereka dalam situasi gawat, karena keempat kabilah dalam suku Quraisy itu terus bersitegang ngotot pada pendapat dan kehendak masing-masing siapa yang mengangkat dan meletakkan kembali batu ini ketempat semula karena pemugaran Ka’bah sudah selesai.

Akhirnya muncul usul dari Abu Umayyah bin Mughirah Al-Mukhzumi yang mengatakan
”Alangkah baiknya kalau keputusan ini kita serahkan kepada orang yang pertama kali masuk masjid pada hari ini.”

Pendapat sesepuh Quraisy Abu Umayyah ini disepakati. Dan ternyata orang pertama masuk pada hari itu adalah Muhammad bin Abdullah yang waktu itu masih berusia 35 tahun. Menjadi rahasia umum pada masa itu bahwa akhlak dan budi pekerti Muhammad telah terkenal jujur dan bersih sehingga dijuluki Al-Amin (orang yang terpercaya).

Muhammad muda yang organ tubuhnya yaitu HATI-nya pernah dibersihkan lewat operasi oleh Malaikat, memang sudah dikenal luas tidak pernah bohong dan tidak pernah ingkar janji. Lalu apa jawaban dan tindakan Muhammad terhadap usul itu?

Muhammad menuju tempat pernyimpanan Hajar Aswad itu lalu membentangkan sorbannya dan meletakkan batu mulia itu ditengah-tengah sorban kemudian meminta satu orang wakil dari masing-masing kabilah yang sedang bertengkar untuk memegang sudut sorban itu dan bersama-sama menggotongnya kesudut dimana batu itu hendak diletakkan. Supaya adil, Muhammad pulalah yang memasang batu itu ketempat semula.

RAHASIA HAJAR AL-ASWAD

Kita semua tahu bahwa Hajar Aswad hanyalah batu yang tidak memberikan mudorat atau manfaat, begitu juga dengan Ka’bah, ia hanyalah bangunan yang terbuat dari batu. Akan tetapi apa yang kita lakukan dalam prosesi ibadah haji tersebut adalah sekedar mengikuti ajaran dan sunnah Nabi SAW. Jadi apa yang kita lakukan bukanlah menyembah Batu, dan tidak juga menyembah Ka’bah.

Umar bin Khatab berkata “Aku tahu bahwa kau hanyalah batu, kalaulah bukan karena aku melihat kekasihku Nabi SAW menciummu dan menyentuhmu, maka aku tidak akan menyentuhmu atau menciummu”

Allah memerintahkan kita untuk Thawaf mengelilingi Ka’bah dan Dia pula yang telah memerintahkan untuk mencium Hajar Aswad. Rasulullah juga melakukan itu semua, dan tentu saja apa yang dilakukan oleh beliau pastilah berasal dari Allah, sebagaimana yang terdapat dalam firmanNya : “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (QS. An-Najm : 53 ) “.

Hajar Aswad berasal dari surga. Batu ini pula yang menjadi fondasi pertama bangunan Ka’bah, dan ia menghitam akibat banyaknya dosa manusia yang melekat disana pada saat mereka melakukan pertaubatan. Tidakkah orang yang beriman merasa malu, jika hati mereka menghitam akibat dosa yang telah dilakukan. Rasulullah bersabda “Ketika Hajar Aswad turun, keadaannya masih putih, lebih putih dari susu, lalu ia menjadi hitam akibat dosa-dosa anak Adam (HR Tirmidzi).


MASJID QUBA

Masjid Quba adalah masjid yang punya nilai sejarah, bermula ketika Rosulullah berangkat Hijrah meninggalkan Makkah menuju Madinah, beliau singgah di Quba, lalu tinggal di sana lebih kurang 4 hari sambil membangun masjid yang kemudian dinamai Masjid Quba.



Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah SAW pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi di Quba, sekitar 5 km di sebelah tenggara kota Madinah. Dalam Al-Quran disebutkan bahwa masjid Quba adalah masjid yang dibangun atas dasar takwa (QS At-Taubah:108).

Sesungguhnya masjid itu yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut bagimu (Hai Muhammad) bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri.......(At Taubah, 108).

Walaupun Rosulullah sudah membangun masjid Nabawi di pusat kota Madinah dan membina para sahabat di sana, Rosulullah sangat suka sengaja datang ke Masjid Quba untuk sholat di dalamnya. Di dalam riwayat bahwa Rosulullah berangkat ke Masjid Quba dengan menaiki onta dan kadang berjalan kaki pada hari sabtu.

Keutamaan sholat di Masjid Quba sebagaimana disampaikan oleh Rosulullah adalah sebagaimana mendapatkan pahala umroh. Imam Tirmizi meriwayatkan : "Barang siapa yang bersuci dari rumahnya kemudian ia datang ke masjid quba lalu sholat dua rakaat, maka baginya pahala sebagaimaan ganjaran umroh."
Imam Ibnu Majah meriwayatkan : "Barang siapa yang bersuci dari tempat tingagalnya lalu datang ke Masjid Quba lalu sholat di dalamnya sebuah sholat maka ia mendapatkan pahala umroh".
Masjid Quba adalah Masjid yang selalu dikunjungi oleh jamaah haji dan umroh yang datang ke Kota Madinah.

Masjid ini memiliki 19 pintu. Dari 19 pintu itu terdapat tiga pintu utama dan 16 pintu. Tiga pintu utama berdaun pintu besar dan ini menjadi tempat masuk para jamaah ke dalam masjid. Dua pintu diperuntukkan untuk masuk para jamaah laki-laki sedangkan satu pintu lainnya sebagai pintu masuk jamaah perempuan. Diseberang ruang utama mesjid, terdapat ruangan yang dijadikan tempat belajar mengajar.

Masjid ini telah beberapa kali mengalami renovasi. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah orang pertama yang membangun menara masjid ini. Sakarang renovasi masjid ini ditangani oleh keluarga Saud. Mengutip buku berjudul Sejarah Madinah Munawarah yang ditulis Dr Muhammad Ilyas Abdul Ghani, masjid Quba ini telah direnovasi dan diperluas pada masa Raja Fahd ibn Abdul Aziz pada 1986. Renovasi dan peluasan ini menelan biaya sebesar 90 juta riyal yang membuat masjid ini memiliki daya tampung hingga 20 ribu jamaah.

MENGAPA LANTAI UNTUK THAWAF TIDAK PANAS?

Pendahuluan :
Saat saya pertama kali melakukan thawaf, saya bingung. Panasnya terik matahari jam 12 siang seperti tidak berpengaruh dengan lantai (ubin) Masjidil Haram karena tetap terasa dingin. Saya benar2 dibuat penasaran....


Di masa lalu, pelataran Kabah yang dipakai untuk tawaf tergolong sempit. Hanya 21 meter dari Kabah, karena di meter ke-21, sudah ada bangunan yang melindungi sumur Zamzam. Bertambahnya jamaah membuat bangunan berukuran 88,8 meter persegi itu dibongkar, sehingga pada 1381-1388 dilakukan perluasan tempat tawaf. Mimbar juga dipindahkan. Maqm Ibrahim direnovasi. Kerikil dihilangkan.

Abdullah ibn Zubair adalah orang pertama yang memberi ubin di tempat tawaf. Ubinnya bergaris tengah lima meter. Hingga 1375 Hijriyah, sumbangan marmer terus berdatangan, dengan bentuk oval saling berhadapan. Lantai tawaf itu dibuat dari marmer dingin, sehingga menahan panas matahari.

Untuk membuat dingin Masjidil Haram, disediakan sentral penyejuk udara. Udara disalurkan lewat terowongan yang menghubungkan sentral pendingin dengan satuan pendingin di tiang-tiang masjid.

Di mala lalu, saat tempat tawaf masih sempit dan jamaah masih sedikit, untuk shalat cukup dilakukan di belakang Maqm Ibrahim. Imam dan jamaah berada di situ. Bertambahnya jamaah, membuat shaf melingkari Kabah perlu dipikirkan. Maka, Gubernur Makkah Khalid bin Abdullah al-Qusary (wafat 120 Hijriyah) menata shaf melingkar itu. Dengan shaf melingkar itu, orang yang shalat tetap menghadap dan bisa melihat ke Kabah.

KA'BAH, ARAH SHALAT, DAN MASJID QIBLATAIN

Ka'bah merupakan kiblat sholat umat Islam. Ka'bah yang berbentuk kubus ini merupakan bangunan utama di atas bumi yang digunakan utk menyembah Allah SWT. Ka'bah disebut juga Baitullah (Rumah Allah) atau Baitul 'Atiq (Rumah Kemerdekaan). Dibangun berupa tembok segi empat yang terbuat dari batu-batu besar yang berasal dari gunung-gunung di sekitar Mekah. Baitullah ini dibangun di atas dasar fondasi yang kokoh.



Dinding-dinding sisi Ka'bah ini diberi nama khusus yang ditentukan berdasarkan nama negeri ke arah mana dinding itu menghadap. terkecuali satu dinding yang diberi nama "Rukun Hajar Aswad".

Adapun keempat dinding atau sudut (rukun) tersebut adalah :

- Sebelah Utara Rukun Iraqi (Irak)
- Sebelah Barat Rukum Syam (Suriah)
- Sebelah Selatan Rukun Yamani (Yaman)
- Sebelah Timur Rukun Aswad (Hajar Aswad).

Keempat sisi Ka'bah ditutup dengan selubung yang dinamakan Kiswah. Sejak zaman nabi Ismail, Ka'bah sudah diberi penutup berupa Kiswah ini. Saat ini Kiswah tersebut terbuat dari sutra asli dan dilengkapi dengan kaligrafi dari benang emas.

Dalam satu tahun Ka'bah ini dicuci dua kali, yaitu pada awal bulan Dzul Hijjah dan awal bulan Sya'ban. Kiswah diganti sekali dalam setahun.

Mungkin selama ini kita selalu bertanya setiap kali kita melakukan ibadah sekaligus rukun Islam nomor dua yaitu shalat kita selalu menghadap kiblat, atau dalam hal ini Ka'bah. Nah mengapakah sebenarnya harus menghadap Ka'bah?

Hal ini sebenarnya merupakan sejarah yang paling tua di dunia. Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah swt telah mengutus para malaikat turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Ini sudah dituturukan dalam Al-Quran: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia . (QS. Ali Imran : 96).

Konon di zaman Nabi Nuh as, ka’bah ini pernah tenggelam dan runtuh bangunannya hingga datang masa Nabi Ibrahim as bersama anak dan istrinya ke lembah gersang tanpa air yang ternyata disitulah pondasi Ka’bah dan bangunannya pernah berdiri. Lalu Allah swt memerintahkan keduanya untuk mendirikan kembali ka’bah di atas bekas pondasinya dahulu. Dan dijadikan Ka’bah itu sebagai tempat ibadah bapak tiga agama dunia ini.

Dan ketika Kami menjadikan rumah itu (ka’bah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". (QS. ). Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj : 27).

Di masa Nabi Muhammad, awalnya perintah shalat itu ke baitul Maqdis di Palestina. Namun Rasulullah saw berusaha untuk tetap shalat menghadap ke Ka’bah. Caranya adalah dengan mengambil posisi di sebelah selatan Ka’bah. Dengan mengahadap ke utara, maka selain menghadap Baitul Maqdis di Palestina, beliau juga tetap menghadap Ka’bah.

Namun ketika beliau dan para shahabat hijrah ke Madinah, maka menghadap ke dua tempat yang berlawanan arah menjadi mustahil. Dan Rasulullah saw sering menengadahkan wajahnya ke langit berharap turunnya wahyu untuk menghadapkan shalat ke Ka’bah. Kejadian ini terjadi sebagai sejarah dari sebuah masjid yg kini bernama Masjid Qiblatain karena di dalamnya terdapat dua arah kiblat, satu ke Baitul Maqdis (kini tidak dipakai) dan lainnya ke arah Masjidil Haram.

Masjid Qiblatain


Hingga turunlah ayat berikut :

Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 144).

Jadi di dalam urusan menghadap Ka’bah, umat Islam punya latar belakang sejarah yang panjang. Ka’bah merupakan bangunan yang pertama kali didirikan di atas bumi untuk dijadikan tempat ibadah manusia pertama. Dan Allah swt telah menetapkan bahwa shalatnya seorang muslim harus menghadap ke Ka’bah sebagai bagian dari aturan baku dalam shalat.

Thursday, May 26, 2011

RAUDHAH dan SHALAT SUNAH

Pendahuluan :
Saat saya umroh dan menginap selama 3 hari di madinah, orang tua saya selalu mengingatkan untuk memperbanyak shalat di masjid nabawi. Hanya beberapa jam saja kami di hotel, makan dan beristirahat, setelah itu kami ke masjid lagi untuk sekedar mengaji ataupun shalat sunah. Di masjid nabawi ada yg di sebut Raudhah, lokasinya di masjid nabawi yg asli (bukan perluasan). Jika dari luar kita melihat ada kubah dan menara hijau maka Raudhah ada diantara keduanya. Kubah hijau dahulunya adalah rumah Rasulullah dan menara hijau adalah mimbar Rasulullah. Kini rumah tersebut adalah Makam dari Rasulullah, khalifah Abu Bakar Ash Siddiq dan khalifah Umar bin Khattab. Alhamdulillah, saya dua kali bisa shalat di Raudhah :)


Raudhah adalah satu-satunya tempat di dunia ini yang oleh Rasul Shalallahu'alaihi wasallam tetapkan sebagai sebuah taman dari taman-taman surga. Beliau bersabda : "Antara mimbarku dan rumahku adalah raudhah (taman) dari taman-taman surga." (Shahih Bukhari)

Sehingga hampir setiap pengunjung Masjid Nabawi pun ingin mendapatkan kesempatan untuk beribadah di dalamnya. Orang-orang pun berdesakkan ingin beribadah di tempat yang panjangnya hanya sekitar 22 meter dan lebar 15 meter tersebut, sementara masjid Nabawi berukuran 98.000 m2. Akhirnya dengan keadaan seperti itu cukup sulit bagi kita untuk memperoleh kekhusyukan ketika beribadah, butuh usaha yang ekstra keras karena harus bersaing dengan jemaah haji lain.

Shalat di Raudhah hukumnya sunah, sementara menyakiti sesama manusia apalagi sesama muslim hukumnya haram. Jadi, kalau kita ditakdirkan berada si Masjid Nabawi dan menyaksikan orang-orang berjubel berebut bahkan sikut sana sini untuk bisa shalat di Raudhah dan logika kita mengatakan bahwa kalau ikut rebutan itu akan menyakitai orang lain, lebih baik kita tidak ikut berebut. Ingat, menyakiti orang lain itu hukumnya haram sementara shalat di Raudhah itu hukumnya sunah. Jangan sampai demi melakukan yang sunah kita melakukan yang haram.

Shalat apa yang bisa dilakukan di Raudhah? Secara prinsip, shalat apa pun bisa dilakukan. Kita bisa shalat wajib, tahiyyatul masjid, dhuha, istikharah, dll. Pokoknya shalat apa pun bisa dilakukan selama memungkinkan.

Oleh karena itu kita perlu mengetahui tips-tips agar kita bisa memaksimalkan kesempatan beribadah di taman surga tersebut. Berikut detilnya :

  1. Raudhah terletak di masjid Nabawi lama (bukan perluasan) bagian kiri. Samping persis rumah (makam) Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
  2. Masjid Nabawi yang lama (bukan perluasan) buka 24 jam. Sedangkan bagian perluasan masjid tutup setelah jam 23.00 waktu madinah dan dibuka kembali satu jam sebelum adzan subuh (sekitar jam 03.00).
  3. Raudhah memiliki karpet yang berbeda dengan yang lain. Warna karpetnya adalah hijau muda. Sedangkan wilayah non raudhah berwarna merah.
  4. Saat yang paling sepi di Raudhah adalah jam 1 hingga jam 2 malam.
  5. Wanita memiliki jam-jam tertentu untuk ke raudhah. Yaitu setelah shalat subuh hingga jam 10.00. setelah shalat dhuhur hingga jam 14.30. dan setelah shalat isya hingga jam 23.00.
  6. Karena sempitnya wilayah Raudhah, maka pengurus Masjid Nabawi membagi kelompok-kelompok wanita yang akan masuk Raudhah. Biasanya sesama wanita asia (Indonesia, Malaysia, Brunei) dijadikan satu kelompok. Sedangkan wanita arab (yang fisiknya lebih besar) biasanya dibarengkan satu kelompok. Selain itu rentang waktu di raudhah pun dibatasi bagi wanita. Rata-rata 15 menit.
  7. Walaupun berdesakan usahakan untuk tidak melangkahi di depan orang yang sedang shalat. Karena Rasulullah bersabda : "Janganlah kalian shalat, kecuali menghadap sutrah (pembatas, red) dan janganlah kalian membiarkan seorangpun lewat di hadapanmu, jika dia menolak hendaklah kamu bunuh dia, karena sesungguhnya ada syetan yang bersamanya." (HR. Muslim)
    Selain shalat sunah, dapat pula beribadah dalam bentuk yang lain, misalnya membaca Al Qur'an, berdzikir, dan berdoa.
  8. Jangan mendzalimi orang lain dengan mendorong, menyikut, merebut tempat shalat, menginjak bahkan berkelahi. Ingatlah, beribadah di Raudhah adalah ibadah sunah, sedangkan mendzalimi orang lain adalah wajib untuk dihindari. Maka secara hukum fikih, sunah dikalahkan oleh yang wajib.
  9. Jangan terlalu lama di Raudhah, berikan kesempatan bagi saudara kita untuk beribadah disana, semoga Allah membalas kebaikan anda tersebut.
  10. Bantulah orang lain yang kesulitan. Misalnya ada orang tua yang sulit untuk berdiri, atau kesulitan berjalan karena berdesak-desakan. Karena bentuk ibadah sangat luas. Menolong orang lain juga termasuk ibadah yang utama.



MASJID BIR ALI


Jaraknya persis sebelas kilometer dari Masjid Nabawi Madinah. Namanya Masjid Bir Ali. Masjid ini terletak di jalan raya menuju Makkah dari Madinah. Karena sebagai tempat mengambil miqat itu juga, Masjid Bir Ali dikenal dengan nama Masjid al Miqat. Ada juga yang menyebutnya Masjid al Ihram. Masjid yang satu ini memiliki bermacam nama.

Masjid al Miqat ini juga dikenal dengan nama Masjid Dzul Hulaifah. Disebut demikian karena itulah nama distrik atau daerah tempat masjid ini berada. Di sebut Bir Ali karena di daerah ini ada sumur milik Imam Ali kw. Beberapa penduduk asli masih mengingat lokasi sumur itu yang konon tak jauh dari masjid. Lokasi masjid ini cukup unik. Jika dillihat dari kejauhan masjid ini seolah berada di lembah. Dari jauh hanya tampak menara tunggalnya saja. Menara itu menyembul dari balik pepohonan yang rimbun di tengah bukit bebatuan.

Masjid ini merupakan miqat makani atau tempat untuk memulai ihram. Di sini seluruh jamaah yang hendak umrah, berganti pakaian ihram, berniat dan shalat dua rakaat sunnah ihram. Arsitektur masjid ini istimewa karena banyak lorong terbuka atau galeri di dalamnya. Di tengah lorong itu ada pepohonan. Di situ jamaah bisa istirahat sejenak dan menyaksikan pemandangan sekitar.

Masjid ini juga cukup luas ditopang areal parkir dan kamar mandi yang banyak. Bagi yang belum sempat mandi ihram, di sini masih dimungkinkan. Masjid ini dibangun lagi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz saat ia menjabat Gubernur Madinah sekitar 87-93 Hijriah. Kemudian keberadaan masjid ini merosot hingga dibangun lagi oleh Zaini Zaiunddin al Istidar pada tahun 861 Hijriah (1456 M). Dinasti Usmaniah (Turki) juga sempat merehab masjid ini pada tahun 1090 HIjriah (1679 M) melalui salah seorang Muslim India.

Pada masa Raja Fahd bin Abdul Aziz, perluasan masjid dilakukan secara besar-besaran. Lahan di sekitar masjid dibongkar untuk mendukung fasilitas masjid seperti lahan parkir dan penunjang lain. Dengan renovasi itu, luas areal Masjid Bir Ali menjadi sekitar 90 ribu meter per segi. Termasuk di dalamnya ruang terbuka di sekitar masjid. Luas bangunan masjid saja 26 ribu meter persegi. Sisanya, 34 ribu meter persegi terdiri dari jalan, areal parkir, pepohonan, serta paviliun.

Lorong-lorong di dalam masjid sendiri memiliki luas enam meter. Di galeri itu ditutup dengan kubah panjang di atas Mihrab dengan tinggi 28 meter. Masjid ini memiliki menara dengan tinggi 64 meter. Menara itulah yang tampak dari kejauhan. Lantai masjid terbuat dari marmer dan batu granit. Pintunya dari kayu dengan ruangan dilengkapi fasilitas pendingin ruangan.

Di masjid ini terdapat 512 toilet dan 566 kamar mandi. Hal itu untuk menunjang jamaah yang belum sempat mandi ihram dari pemondokan. Ada juga kamar mandi dan tempat wudhu khusus bagi perempuan, jamaah cacat fisik, dan juga orang tua. Kamar mandi itu dijaga oleh askar. Di kamar mandi perempuan, penjaganya malah dari Indonesia yang mengenakan jubah hitam.

Areal parkirnya mampu menampung 500 kendaraan kecil dan 80 kendaraan besar. Konon renovasi masjid ini menghabiskan dana 200 juta riyal Saudi.

MELATIH HATI INI UNTUK MENDAHULUKAN DUGAAN BAIK

Saat orang melakukan sesuatu yang kita rasakan tidak nyaman, kita cepat marah dan mengeluarkan komentar yang merendahkan kehormatan orang lain, tanpa kita mengerti mengapa dia melakukan yang dilakukannya.

Seperti, saat ada mobil menyalip kita dengan mendadak dari kiri, kita marah dan mengucap ini dan itu, padahal mungkin orang itu sedang mengantar istrinya yang harus segera melahirkan di rumah sakit.

Atau, mungkin saja bapak yang baik itu sedang tergesa mengantar anak kecintaannya ke rumah sakit, karena sang anak jatuh terleset di tempat main, yang mengakibatkan kulit kepalanya tersayat.

Entah mengapa, kita menjadi pembenci dan penghujat atas perilaku orang lain yang tidak kita sukai, tanpa menyisihkan sedikit ruang bagi dugaan baik di hati kita.

Untuk kebaikan kita sendiri, marilah kita melatih hati ini untuk mendahulukan dugaan baik, dan menahan hati dan mulut kita dari mengatakan hal-hal yang sesungguhnya hanya merendahkan diri kita sendiri.

BAGI ENGKAU YANGMERINDUKAN BELAHAN JIWAMU

Engkau yang sedang merindukan
belahan jiwamu;

Janganlah pasrah
untuk menerima apa adanya,

atau menuntut yang terbaik
untuk apa pun dirimu yang
tak berencana memperindah diri.

Dan janganlah lagi menunggu
engkau sepenuhnya siap,
karena engkau tak akan pernah siap

Berdoalah, semoga Tuhan merestui
pilihanmu untuk jiwa baik
yang sesuai bagimu sekarang,
yang akan tumbuh bersamamu
dalam keluarga yang berbahagia.

Aamiin

PERNIKAHAN ANTARA ISTRI YANG BUTA DAN SUAMI YANG TULI

Michel de Montaigne, penulis Perancis yang sangat berpengaruh pada abad 16, pernah mengatakan bahwa :

Pernikahan yang baik adalah pernikahan antara istri yang buta dan suami yang tuli.

Observasi kritis ini masih berdenting sesuai dengan dinamika pernikahan hari ini, 5 abad kemudian, bahwa...

Istri yang baik, memang melihat kekurangan dan kelemahan suaminya, tapi tidak mengurangi kasih sayang dan penghormatan atas upaya dan kemungkinan baik yang akan dibangun oleh suaminya.

Suami yang baik, memang bisa mendengar keluh kesah dan kritik istrinya, tapi mengabaikan kecenderungan untuk bereaksi yang tidak mendamaikan terhadapnya, dan berfokus pada kebaikan yang diharapkan oleh kekasih hatinya itu.

Jika sepasang kekasih saling mempercayai, bahwa tak ada yang diinginkan oleh satu sama lain kecuali bagi kebaikan satu sama lain dan bagi kebahagiaan keluarga yang mereka bangun, maka kebersamaan mereka akan memuliakan harapan Tuhan untuk hidup sepenuhnya dan bernilai bagi kebaikan sesama dan alam.

Pernikahan adalah lembaga dasar terkuat yang dirancang oleh Tuhan untuk melestarikan keindahan alam yang diciptakan-Nya.

JENIS PERSAHABATAN YANG DIHARAPKAN OLEH PRIA DARI WANITA

Banyak wanita kurang mengerti mengenai jenis persahabatan yang diharapkan oleh pria darinya.

Pria memang tertarik kepada wanita yang ceria, dinamis, lincah, yang sibuk merayakan keindahan dunia, dan yang menarik tangannya untuk berlari menjelajahi padang rumput dalam tarian gembira di bawah benderang mentari.

Sekali, atau dua kali … pria akan menurut dan menggembirakan hati wanita ceria seperti itu, tapi kerinduan hatinya yang asli, adalah dimanjakan dalam kelembutan perlakuan sang wanita yang mengaguminya di atas semua kelemahannya.

Seorang pria akan menyerahkan dunia yang dikuasainya, kepada wanita yang mengetahui semua kekurangan dan kelemahannya, tapi tidak membuat penilaian apa pun; dan melihat sedikit kelebihan dan kekuatannya dengan kekaguman yang merajakan sang pria.

Wanita yang memiliki keseluruhan jiwa dan kehidupan sang pria, bukanlah wanita yang menjadikannya bermata cemerlang untuk mengalahkan dunia, tetapi wanita yang dalam kebersamaan dengannya – membuat matanya terpejam merajut impian, nafasnya membuai damai, dan terkulai pulas dalam tidur yang dalam.

Wanita, adalah penenteram kehidupan pria.

Makam Baqi Al-Gharqad

Pendahuluan :
Ketika saya umroh dan di ceritakan mengenai makam Baqi, hati saya tergelitik untuk mengetahui kisahnya. Menurut ustadz pembimbing umroh saya, di tempat ini telah dimakamkan 10 ribu syuhada Perang pada jaman Rasulullah. Salah satu khalifah yg dimakamkan disini adalah Utsman bin Affan. Makam khalifah Abu Bakar Ash Siddiq dan Umar bin Khattab dimakamkan bersampingan dengan makam Rasulullah di Masjid Nabawi, hanya makam khalifah Ali bin Abi Thalib yg tidak diketahui letak pastinya. Seperti diketahui hanya khalifah Abu Bakar Ash Siddiq saja yg meninggal karena usia tua, khalifah lain meninggal karena dibunuh. Jamaah haji atau umroh yg meninggal di Madinah jg dimakamkan di Makam Baqi. Saat ini kaum wanita tidak dibolehkan memasuki makam ini, hanya kaum pria yg bisa leluasa untuk memasukinya.



Saat itu malam telah menapaki separoh perjalanannya. Pada malam itu sendiri Rasulullah Saw. sedang berada di rumah ‘A’isyah binti Abu Bakar Al-Shiddiq. Mengira sang istri tercinta telah tidur pulas, tiba-tiba beliau mengambil jubahnya dan mengenakan kedua sandalnya pelan-pelan, lalu membuka pintu dan kemudian keluar pelan-pelan. Melihat hal itu, sang istri tercinta, yang ternyata belum tidur, dengan diam-diam bangun karena merasa cemburu jangan-jangan beliau akan pergi ke rumah istri beliau yang lain, keluar rumah, dan mengikuti jejak langkah beliau yang sedang menapakkan kaki menuju Makam Baqi‘.

Setibanya di makam tersebut, Rasulullah Saw berdiri lama. Lalu, beliau berdoa dengan mengangkat kedua tangannya tiga kali. Ketika beliau membalikkan tubuh dan mulai menapakkan kaki menuju ke arah rumah, ‘A’isyah pun kembali dan mendahului beliau. Dan, begitu beliau kembali ke rumah, ‘A’isyah pun “menginterogasi” beliau, mengapa larut malam begitu pergi ke Makam Baqi‘.

“‘A’isyah!” jawab Rasulullah Saw. “Sesungguhnya Jibrîl a.s. datang kepadaku ketika engkau melihatku tadi. Dia lalu memanggilku dengan suara pelan, agar tidak engkau ketahui. Maka, aku menjawab dengan suara pelan agar tidak engkau ketahui. Dia tidak mau masuk ke dalam rumah, karena engkau melepas pakaianmu. Kukira engkau telah tidur pulas, sehingga aku tidak ingin membangunkanmu dan aku khawatir engkau terkejut. Jibrîl mengatakan kepadaku bahwa Allah Swt. menyuruhku untuk mendatangi penghuni Makam Baqi‘ dan memohonkan ampunan bagi mereka.”

“Bagaimana semestinya yang harus kuucapkan kepada mereka, wahai Rasul?” tanya ‘A’isyah binti Abu Bakar Al-Shiddiq.

“Ucapkanlah, ‘Semoga keselamatan tetap dilimpahkan kepada penghuni makam, kaum mukmin dan muslim. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang yang selepas kami. Dan jika Allah menghendaki, maka sungguh kami akan menyusul kalian." jawab Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw., terutama tahun terahir menjelang beliau berpulang pada 11 H/632 M, memang acap berziarah makam yang terletak di sebelah tenggara Masjid Nabawi: Makam Baqi‘ Al-Gharqad. Nama Baqi‘ diambil dari nama akar tetumbuhan yang ttumbuh di makam itu. Sedangkan Al-Gharqad adalah sejenis pohon berduri yang juga banyak terdapat di makam itu. Selain acap mengunjungi makam itu, beliau juga pernah menyatakan, barang siapa berpulang di Madinah dan dikebumikan di makan itu, beliau akan memberi syafaat kepadanya.

Menurut catatan sejarah, orang yang pertama dimakamkan di sini adalah ‘Utsman bin Mazh‘un, seorang sahabat dari kalangan Muhajirun yang terkenal salah dan hidup sederhana, yang meninggal dunia pada 5 H/626 M. Sedangkan Ibrahim, putra pasangan suami-istri Rasul Saw. dan Mariyah al-Qibthiyyah yang berasal dari Mesir, adalah orang kedua yang dimakamkan di sini. Di makam ini pula terdapat makam para istri Rasul Saw.: ‘A’isyah binti Abu Bakar Al-Shiddiq, Saudah binti Zam‘ah, Hafshah binti ‘Umar, Zainab binti Khuzaimah, Ummu Salamah binti Abu Umayyah, Juwairiyah binti Al-Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, dan Shafiyyah binti Huyai. Sedangkan keluarga beliau yang dikebumikan di sini, selain putra-putri beliau, antara lain Al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, Al-Hasan bin ‘Ali, dan ‘Ali Zain Al-‘Abidin. Sementara di antara para sahabat yang dimakamkan di sini ialah ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Abdullah bin Mas‘ud, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, dan Sa‘d bin Abu Waqqash. Di antara Imam empat mazhab, hanya Malik bin Anas yang dimakamkan di sini.

Sejak masa pemerintahan Dinasti Umawiyyah dengan pusat pemerintahan di Damaskus, Suriah, makam ini telah mengalami beberapa kali perbaikan dan perluasan. Namun, kemudian seluruh bangunan yang berada di atas makam ini dirubuhkan dan dibersihkan oleh Keluarga Sa‘ud yang mendirikan Kerajaan Arab Saudi. Selama di bawah pemerintahan keluarga tersebut, hingga dewasa ini, Makam Baqi‘ Al-Gharqad telah mengalami perluasan dua kali. Perluasan yang pertama dilakukan di masa pemerintahan Raja Faisal bin ‘Abdul ‘Aziz. Sedangkan perluasan kedua dilakukan di masa pemerintahan Raja Fahd bin ‘Abdul ‘Aziz. Sehingga, kini, makam yang kini dikitari dinding setinggi empat meter itu memiliki luas 174.962 meter persegi.

Panglima Perang Khalid bin Walid masuk Islam

Dahulu sebelum masuk Islam Nama Khalid bin Walid sangat termashur sebagai panglima Tentara Kaum Kafir Quraisy yang tak terkalahkan. Baju kebesarannya berkancingkan emas dan mahkota dikepalanya bertahtahkan berlian. Begitu gagah dan perkasanya Khalid baik di Medan perang maupun ahli dalam menyusun strategi perang. Pada waktu Perang UHUD melawan tentara Muslimin pimpinan Rasulullah SAW, banyak Syuhada yang Syahid terbunuh ditangan Khalid bin Walid dan dengan suara lantang diatas perbukitan Khalid bin Walid berkata ”Hai Muhammad kami sudah menang, kamu telah kalah dalam peperangan ini. Lihatlah pamanmu Hamzah yang tewas tercabik-cabik tubuhnya dan lihatlah pasukanmu yang telah porak poranda”. Rasulullah SAW menjawab “Tidak aku yang menang dan engkau yang kalah Khalid. Mereka yang gugur adalah Syahid, sebenarnya mereka tidak mati wahai Khalid mereka hidup disisi Allah SWT penuh dengan kemuliaan dan kenikmatan, mereka telah berhasil pindah alam dari dunia menuju akhirat menuju surga Allah karena membela agama Allah, gugur sebagai syuhada akan tetapi matinya tentaramu, matinya sebagai Kafir dan dimasukkan ke Neraka Jahannam".

Setelah itu Khalid memerintahkan pasukannya untuk kembali, sejak itu Khalid termenung terngiang selalu akan kata kata Nabi Muhammad saw dan penasaran akan sosok Muhammad SAW. Maka Khalid mengutus mata-mata (intel) untuk memantau dan mengamati aktivitas Muhammad Saw setelah perang Uhud tersebut. Setelah cukup lama memata-matai Rasulullah akhirnya utusan Khalid bin Walid melaporkan hasil pengamatan tersebut , kata utusan tersebut ”Aku mendengar semangat juang yang dikemukakan Muhammad kepada para pasukannya, Muhammad mengatakan ”Aku heran kepada seorang panglima khalid bin Walid yang gagah perkasa dan cerdas, tapi kenapa dia tidak paham dengan AGAMA ALLAH yang aku bawa, sekiranya Khalid bin Walid tahu dan paham dengan Agama yang aku bawa, dia akan berjuang bersamaku (Muhammad), Khalid akan aku jadikan juru rundingku yang duduk bersanding di sampingku". Kata-kata mutiara tersebut disampaikan mata-mata Khalid bin walid di Mekkah kepada panglimanya.


ikhwan_4-1


Mendengar laporan Intel tersebut semakin membuat risau Khalid bin Walid hingga akhirnya Khalid memutuskan untuk bertemu Muhammad dengan menyamar dan menggunakan topeng menutup wajahnya hingga tidak di kenali oleh siapapapun. Khalid berangkat seorang diri dengan menunggang kuda dan menggunakan baju kebesarnnya yang berhias emas serta mahkota bertahta berlian namun wajahnya ditutupi topeng. Di tengah perjalanan Khalid bertemu dengan Bilal yang sedang bedakwah kepada para petani. Dengan Diam-diam Khalid mendengarkan dan menyimak apa yang di sampaikan oleh Bilal yang membacakan surat al hujarat ( Qs 49:13 ) yang artinya ”Hai manusia kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku suku supaya kamu saling mengenal dengan baik. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Alloh adalah orang-orang yang paling bertaqwa karena sesungguhnya Alloh maha mengetahui lagi maha Mengenal”

Khalid terperangah bagaimana mungkin Bilal yang kuketahui sebagai Budak hitam dan buta huruf bisa berbicara seindah dan sehebat itu tentu itu benar perkataan dan Firman Allah. Namun gerak gerik mencurigakan Khalid bin walid di ketahui sayyidina Ali bin Abi Thalib , dengan lantang Ali berkata ”Hai penunggang Kuda Bukalah topengmu agar aku bisa mengenalimu, bila niatmu baik aku akan layani dengan baiki dan bila niatmu buruk aku akan layani pula dengan buruk” Kata Ali bin Abi thalib.

Setelah itu dibukalah Topeng tampaklah wajah Khalid bin Walid seorang Panglima besar kaum Kafir Quraisy yang berjaya diperang UHUD dengan tatapan mata yang penuh karismatik Khalid berkata ”Aku kemari punya Niat baik untuk bertemu Muhammad dan menyatakan diriku masuk Islam” Kata Khalid bin Walid. Wajah Ali yang sempat tegang berubah menjadi berseri-seri ”Tunggulah kau di sini Khalid saya akan sampaikan berita gembira ini kepada Rasulullah SAW” Kata Ali bi Abi thalib.

Bergegas Ali menemui Rasulullah SAW dan menyampaikan maksud kedatangan Khalid bin Walid sang panglima perang. Mendengar berita yang disampaikan Ali, wajah Rasulullah SAW berseri-seri lalu mengambil sorban hijau miliknya lalu dibentangkan di tanah sebagai tanda penghormatan kepada Khalid bin walid yang akan datang menemuinya. Lalu Rasulullah SAW menyuruh Ali menjemput Khalid untuk menemuinya. Begitu Khalid datang Rasulullah langsung memeluknya. ”Ya Rasulullah islam saya” Kata Khalid bin Walid. Lalu Rasulullah SAW mengajarkan kalimat Syahadat kepada Khalid maka Khalid bin walid telah memeluk agama Islam.

Begitu selesai membaca syahadat Khalid bin walid menanggalkan mahkotanya yang bertahtahkan intan diserahkan kepada Rasululla, begitu pula dengan bajunya yang berkancingkan emas di serahkan juga kepada Rasulullah. Namun begitu Khalid bin walid akan mencopot pedangnya dan menyerahkannya, Baginda Rasulullah melarangnya ”Jangan kau lepaskan pedang itu Khalid , karena dengan pedang itu nanti kamu akan berjuang membela agama Allah bersamaku” Kata Rasulullah SAW. dan Nabi memberi gelar pedang tersebut dengan nama Syaifulloh yang artinya pedang Allah yang terhunus. Setelah bergabungnya Khalid bin walid kedalam Islam, bertambah kuatlah pasukan Muslim hingga bisa menaklukan kota Mekkah dan Pasukan Kafir Quraiys secara drastis melemah bagaikan ayam kehilangan induknya

Jabal (gunung) Uhud, Perang dan Syuhada

Gunung Uhud merupakan sekelompok gunung yang terletak sekitar 6 kilometer di sebelah utara Masjid Nabawi panjangnya sekitar 5 mil. Gunung ini tidak bersambung dengan gunung-gunung lain, seperti halnya umumnya gunung-gunung di sekitar kota suci itu. Karena itu, disebut Uhud, yang artinya menyendiri. Gunung batu yang terdiri dari granit, marmer merah, dan batu-batu mulia (sehingga dari jauh kelihatan agak memerah) ini merupakan lokasi salah satu perang yang diikuti Nabi Muhammad Saw. dan diuraikan cukup terinci di dalam Al-Quran.


Gunung Uhud


Perang ini dipicu oleh kekalahan telak kaum musyrik Quraisy dalam Perang Badar yang terjadi pada Selasa, 17 Ramadhan 2 H/13 Maret 623 M. Karena itu, mereka bertekad untuk melancarkan pembalasan. Mereka pun menyiapkan perbekalan yang cukup dan pasukan dengan senjata yang lengkap yang berjumlah tidak kurang ari 3.000 orang, di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb. Pasukan ini mendapat bantuan dari beberapa kabilah Arab lain, seperti Arab Kinanah dan Tihamah.

Pada pertengahan Sya‘ban 3 H/Februari 625 M, pasukan kaum musyrik Quraisy tersebut berangkat menuju Madinah. Semula kaum Muslim tidak mengetahui persiapan pasukan itu. Nabi Muhammad Saw. sendiri baru memeroleh berita, hanya dua atau tiga hari sebelum pasukan musuh tiba di Uhud, dari Al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, pamanda beliau yang kala itu telah memeluk Islam namun masih menetap di Makkah. Setelah beliau mendengar gerakan pasukan tersebut, beliau pun keluar kota disertai pasukan dengan kekuatan 1.000 orang untuk menyongsong pasukan musuh. Tetapi baru saja beliau berangkat, sekelompok kaum munafik yang dipimpin ‘Abdullah bin Ubai yang jumlahnya hampir sepertiga pasukan itu membelot. Meski demikian, pasukan yang tetap setia kepada beliau terus berangkat bersama beliau.

Di kaki Gunung Uhud yang terletak di sebelah timur laut Kota Nabi itu, bertemulah kedua pasukan yang bermusuhan itu pada Sabtu, 15 Syawwal 3 H yang bertepatan dengan 30 Maret 625 M. Pihak Makkah mula-mula mengalami kekalahan besar, meski jumlah tentara dan persenjataan mereka yang jauh lebih besar. Namun, pasukan panah kaum Muslim, yang oleh Nabi Saw. disiagakan di atas Bukit Uhud untuk melindungi sayap pasukannya, melanggar perintah Rasulullah saw. Rasulullah saw memerintahkan mereka untuk tetap berada di Bukit Uhud. Ketika pasukan kaum Quraisy kalah dan tercerai-berai meninggalkan ganimah (rampasan perang). Para pemanah yang berada di Bukit Uhud tergerak untuk turun karena khawatir tidak segera mendapat bagian ganimah. Dari 50 pemanah (sniper) yang ditugasi Rasulullah saw untuk berjaga di bukit Uhud, hanya 10 pemanah yang tidak turun. Sebanyak 40 pemanah turun karena terprovokasi untuk mengambil harta ganimah.


Bukit Uhud (dulu tidak sependek ini kali yaa)


Melihat pemanah dari Bukit Uhud turun, panglima Quraisy yaitu Khalid bin Walid segera berputar dan menyerang kembali kaum Mukminin. Pada penyerangan itu, Khalid bin Walid memporak-porandakan kaum Mukminin yang hendak mengumpulkan ghanimah. Bahkan Rasulullah saw sendiri mendapat serangan yang hebat dan giginya terkena panah. Abdullah bin Zubair R.A. syahid karena membela Nabi saw. sedangkan sebagian besar pasukan lari dari peperangan; lari dari Nabi saw. Nabi saw berseru kepada pasukannya, "Aina ayuhannas! Ke mana kalian? Mengapa kalian lari?" Hanya sedikit dari sahabat yang bertahan dari serangan Khalid bin Walid dan tetap berada dalam pasukan Nabi saw.

Kemudian setelah itu pasukan kaum Muslim bangkit kembali dari kekalahan mereka. Tapi, pasukan Makkah telah meninggalkan medan pertempuran dan kembali pulang. Dalam perang ini pihak pasukan lawan kehilangan 23 orang anggotanya. Sedangkan pasukan kaum Muslim menderita kerugian yang tidak sedikit dan 70 orang kaum Muslim gugur sebagai syuhadak dalam perang ini. Hamzah bin ‘Abdul Muththalib, pamanda Nabi Saw., termasuk yang gugur dalam perang ini. Sedang Nabi Saw. sendiri mengalami luka-luka, sehingga gigi beliau patah dan wajah beliau berlumuran darah.

Dalam perang ini sendiri, pada mulanya tak seorang Muslimah pun diizinkan ikut berperang. Tapi Nasibah binti Ka‘b bin ‘Amr bin ‘Auf bin Mabdzul bin Ghanam, seorang perempuan Khazraj, merasa ia harus berada bersama pasukan kaum Muslim. Suaminya, Zaid bin ‘Ashim bin ‘Amr, dan dua putranya, ‘Abdullah dan Habib, ada di sana. ‘A’isyah binti Abu Bakar Al-Shiddiq, istri Nabi Saw., dan Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah Al-Anshari, memiliki gagasan yang sama dan datang pula membawa kantung air, tak lama selepas kedatangan Nasibah. “Ketika itu, saya melihat ‘A’isyah dan Ummu Sulaim mondar-mandir mengangkut air minum di dalam kantung kulit untuk pasukan kaum Muslim. Keduanya menyingsingkan lengan baju dan saya melihat perhiasan di bagian kaki mereka. Keduanya mengangkut kantung kulit itu di punggung mereka, lalu mereka memberi minum pasukan kaum Muslim yang terluka,” kenang Abu Thalhah Al-Anshari tentang peran kedua perempuan tersebut dalam Perang Uhud tersebut.

Perang di Gunung Uhud tersebut sangat membekas dalam hati Nabi Saw. hingga akhir hayat beliau. Ini karena di Gunung Uhud itu lah beliau berpisah selamanya dengan para sahabat yang amat dihormati dan paling dekat dengan beliau. Demi perjuangan di jalan Allah Swt, mereka meninggalkan sanak kerabat dan handai tolan, rela hidup terpencil sebelum dan selepas hijrah. Tapi, kini, mereka berbaring di peristirahatan terakhir di Uhud, sebagaimana takdir telah menggariskan. Kenangan terhadap mereka begitu kuat dalam benak Nabi Saw. Karena itu, sekembalinya dari berziarah ke kuburan mereka menjelang akhir hayat beliau, beliau berucap di atas mimbar, Aku kelak akan berdiri di depan kalian sebagai saksi atas kalian. Tempat bertemu yang dijanjikan bagi kalian adalah surga. Dari tempatku berdiri saat ini, aku melihat surga itu.”

Air Zam-zam dan Siti Hajar

Saat Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar dan Ismail tiba di Makkah, mereka berhenti di bawah sebatang pohon yang kering. Berkali-kali Nabi Ibrahim as menyeka peluh yang bercucuran diwajahnya. Ia terus saja menunggang unta bersama istri keduanya Hajar. Saat itu terik matahari sangat menyengat dan mereka berada ditengah tengah padang pasir yang kering kerontang. Sepanjang perjalanan itu, tiada sepatah katapun yang keluar dari mulut Ibrahim. Dikuatkan hatinya untuk tawakal. Dia yakin, Allah SWT tiada akan menganiaya hamba-hamba Nya, Ibrahim diperintahkan untuk meninggalkan istri dan anaknya ditengah padang pasir.

Tidak berapa lama kemudian Nabi Ibrahim A.S meninggalkan mereka.
Siti Hajar memperhatikan sikap suaminya yang mengherankan itu lalu bertanya ;" Hendak kemanakah engkau Ibrahim?"

"Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua ditempat yang sunyi dan tandus ini?” Pertanyaan itu berulang kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menjawab sepatah katapun.

Siti Hajar bertanya lagi; "Apakah ini memang perintah dari Allah SWT?"

Barulah Nabi Ibrahim menjawab, "ya".
Mendengar jawaban suaminya yang singkat itu, Siti Hajar gembira dan hatinya tenteram. Ia percaya hidupnya tentu terjamin walaupun di tempat yang sunyi, tidak ada manusia dan tidak ada segala kemudahan. Sedangkan waktu itu, Nabi Ismail masih menyusu.

Dlm hatinya sempat bertanya Kenapa Allah memerintahkan hal itu, bukankah padang pasir itu kering ditambah lagi, saat ditinggalkan Ismail masih bayi dan air susu Hajar belum keluar.Tapi Nabi Ibrahim adalah hamba yang taat kepada Allah dan ia kekasih Allah, kholilullah. Akhirnya Nabi Ibrahim yakin bahwa perintah itu pasti ada hikmahnya. Setelah 6 bulan perjalanan, tibalah mereka di Makkah. Kemudian Ibrahim memilih sebuah lembah ditengah padang pasir. Ibrahim turun dari untanya dan mengikat tali unta disebatang pohon kurma.

Siang itu matahari begitu panasnya membakar gurun pasir yang putih mengkilat. Dahaga yg melilit tenggorokannya tak ia hiraukan, dalam benaknya hanya berpikir bagaimana caranya memberitahukan kepada istrinya tentang perintah Allah. Setelah Siti Hajar diturunkan, Ibrahim bersiap siap pergi,melihat itu diapun bertanya" Suamiku, mengapa aku akan ditinggalkan sendirian bersama anakmu disini? apa dosaku hingga kau meninggalkanku seperti ini. Maafkanlah aku, aku tak sanggup ditinggalkan ditengah tengah padang pasir yang kering kerontang ini".

"Tidak istriku, bukan karena dosamu" jawab Ibrahim
"Kalau bukan karena dosaku, bagaimana dengan anak ini? anak ini tidak tahu apa-apa,tegakah kau tinggalkannya?" balas Siti Hajar

Hati Ibrahim tersayat mendengar ucapan istrinya. "Bukan itu maksudku. Tapi apa dayaku ketahuilah ini semua perintah Allah" jawab Ibrahim. Mendengar itu Siti hajar terdiam, terbayang penderitaan yg akan dihadapinya namun hatinya bertanya-tanya apa hikmah dibalik semua ini? "Jika benar ini adalah perintah Allah tinggalkanlah kami disini. Aku ikhlas, segalanya kami pasrahkan kepada Allah. Dia pasti membela kami, satu pintaku sebelum engkau pergi do'akanlah agar Allah menolong kami" pinta Siti Hajar, Ibrahim jadi terharu. Istrinya Hajar memang wanita pilihan lantas Ibrahim berdo'a sebagaimana ditulis dalam Alqur'an, surat Ibrahim (14) Ayat 37; "Ya Allah Tuhan kami, teguhkanlah hati mereka dengan mendirikan shalat, jadikanlah hati manusia tertarik kepada mereka, karuniakanlah rezeki kepada mereka. Mudah-mudahan mereka bersyukur kepada-Mu."


Air mata Ibrahim menetes saat mendo'akan keselamatan anak dan istrinya yang ia cintai. Hati suami mana yang sanggup meninggalkan anak istri dipadang pasir tandus yang jaraknya enam bulan perjalanan dari rumah mereka. Namun atas keyakinan kuat pada Allah, perintah itu ia laksanakan. Ibrahim meninggalkan tempat itu dengan memasrahkan anak dan istrinya kepada Allah SWT.
Tinggallah Siti Hajar bersama Ismail anaknya yang masih bayi air matanya berjatuhan mengiringi kepergian suami tercinta.Tak lama selepas kepergian Ibrahim perbekalan makanan dan minuman mereka sdh habis. Hajar bingung, bagaiman jika Ismail merasa lapar atau haus, ternyata apa yang ia takuti menjadi kenyataan. Tiba-tiba saja Ismail menangis keras kehausan minta minum. Hajar Panik, apalagi air susunya telah kering. Ia tak tahu dimana harus mencari air minum. Apalagi mereka berada di tengan padang pasir, sedang tangis Ismail makin keras hatinya tak tega mendengarkan teriakan anaknya. Dia tak bisa diam terus tanpa usah, spontan dia berdiri dan pandangannya menyapu sekeliling gurun pasir, dari jauh terlihat ada genangan air.

"Itu dia. Aku kan segera dapatkan air itu untuk anakku, diapun berlari sekuat tenaga, ternyata sampai disitu tak ada genangan air hanyalah Fatamorgana, " Astaghfirullah rupanya hanya ilusi saja tapi aku tetap hrs mencari demi anakku." dalam hatinya.

Saat itu tiada kata putus asa baginya matanya pun menyapu kesegala arah lagi-lagi dilihatnya ada genangan air dan membasahi bumi, sekuat tenaga ia berlari lagi menuju tempat itu. Setelah tiba lagi-lagi air itu tetap tidak ada, sehabis itu rupanya dia tetap bertekad mencari air untuk Ismail anaknya. Matanya menyapu ketempat pertama tadi dan dia melihat ada kubangan air disan diapun kembali berlari dan yang dilihatnya fatamorgana. Tanpa dia sadari telah bolak balik bukit sofa dan marwah sebanyak tujuh kali demi sang buah hatinya.

Meski tubuhnya sudah letih lari kesana-kemari tapi ia tetap sabar menghadapi semua cobaan ini. Padahal Ismail terus menangis sambil menggerakkan kakinya kebumi. Tiba-tiba rahmat Allah SWT datang dari bumi tempat Ismail menggerakkan kakinya tadi keluarlah air. Bukan main gembiranya Siti Hajar mendapatkan air itu .Segera dia ambil air itu seraya berkata: Alhammdullillah.. Zam.. Zam.. Zam!" Arti kata tersebut ialah berkumpulah,berkumpulah. Maksudnya adalah agar air itu berkumpul untuk anak Siti Hajar.

Dari situlah, awal mula air Zam-Zam keluar. semua itu berkat perjuangan Siti Hajar. Sang Ibu yang rela berlari antara bukit Safa dan Marwah sebanyak Tujuh Kali untuk menyelamatkan anaknya. Peristiwa itu kemudian diabadikan dalam ibadah haji sebagai salah satu rukunnya yakni Sa'i.

Burung ababil, batu Sijjil dan Pasukan gajah

Aku adalah burung Ababil, hamba Allah yang patuh. Aku tidak memiliki keinginan apa pun selain mengabdi kepadaNYA. Aku bagian pasukan khusus yang hanya diperintah oleh Tuanku, dan kami adalah mahluk yang tenaganya lebih kuat daripada manusia. Jadi untuk membinasakan manusia, bukan masalah bagi kami.

Beberapa kali kami menerima tugas dari Tuan kami. Salah satunya ketika kami menerima perintah Allah untuk menghancurkan kaum Luth yang membangkang. Allah SWT berfirman, " Maka tatkala datang adzab kami, kami jadikan negeri Luth itu bagian yang di atas ke bawah (kami balikkan) dan kami hujani mereka dengan sijjil (batu dari tanah yang terbakar) dengan bertubi-tubi, yang di beri tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zhalim". QS Hud : Ayat 82-83.

Dalam ayat di atas, Allah tidak menyebut nama kami, burung Ababil, tetapi hanya disebutkan sijjil. Batu-batu dari neraka itulah senjata khusus kami dalam menjalankan tugas Tuhan dalam membinasakan manusia yang membangkang perintahNYA.


Ilustrasi Gambar ( Burung Pterodactyl ).

Namun kami baru disebutkan dengan jelas ketika kami ditugasi lagi untuk menghancurkan tentara bergajah di masa sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman," Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong (Thairan Ababil), yang melempari mereka dengan batu dari neraka sijjil. Lalu, Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang di makan (ukat)". QS Al-Fil : Ayat 1-5.

Perintah itu datang kepada kami pada waktu subuh. Pemimpin kami yang bertengger di dalam cabang pohon neraka bertanya, " Siapa yang memberikan perintah itu?".

Aku menjawab bahwa perintah ini datang dari Allah SWT.

Dalam sekejap saja, kami langsung membuat formasi terbang tinggi menembus langit dunia. Sasaran kami adalah pasukan bergajah yang di pimpin Raja Abrahah dari negeri Yaman. Mereka menyerbu Makkah dengan titik sasaran Ka'bah, Rumah Allah.

Oh, betapa nekatnya manusia satu ini dalam menentang junjungan kami. Apakah dia tidak merasakan hal yang sama bila istananya akan dihancurkan oleh orang lain, semut pun akan melawan bila di injak. Sekarang, pencipta alam dan seisinya ini dilecehkan oleh manusia yang dulu mendapat kasih sayangNYA sejak dari kandungan ibunya hingga dewasa. Sungguh orang yang tidak tahu bersyukur, alias kufur.

Orang seperti itu patut mendapat hukuman. Apakah dengan membangun rumah ibadah tandingan, dan kemudian menghancurkan Ka'bah, umat manusia akan sudi untuk percaya kepadanya?.

Reputasi Gemilang.

Abrahah membawa sejumlah tentara yang komplit. Selain pasukan berjalan kaki, berkuda atau berunta, ada juga pasukan bergajah. Tugas pasukan semacam ini memang khusus untuk membumihanguskan pihak lawan. Sungguh itu merupakan pasukan yang ganas dan mematikan, sehingga penduduk Makkah sendiri memilih untuk menyingkir dari kota daripada menghadapi kehancuran yang dahsyat.

Abrahah boleh bertepuk dada dengan jumlah dan jenis pasukannya. Namun Allah telah menjadikan tipu daya mereka sia-sia. Ya, pasukan seperti itu hanya bisa di lawan dengan efektif oleh pasukan angkatan udara, sebagaimana tugas kami. Kami telah menyiapkan diri dengan batu sijjil dari neraka, yang akan membuat tubuh para anggota pasukan itu bagai daun yang di makan ulat.

Ketika kami sudah tepat di atas mereka, dengan mudah kami jatuhkan batu-batu sijjil itu di atas pasukan Abrahah. Dan dalam hitungan menit saja, pasukan yang di kenal sangat kuat itu menjadi kacau balau. Moral tempur mereka langsung drop, dan yang masih hidup memilih untuk melarikan diri dari medan peperangan, pulang ke Yaman.

Sungguh mudah bagi Allah untuk menghancurkan orang-orang yang durhaka. Abrahah dan pasukan bergajahnya tidak ingat reputasi kami yang gemilang ketika menghancurkan umat Nabi Luth yang kufur itu. Betul-betul manusia gampang lupa dengan pengalaman sejarah masa lalunya! sedang sejarah di tulis untuk menjadi cermin manusia di kemudian hari.

Kami adalah pasukan khusus yang terlatih, batu-batu sijjil yang kami lemparkan tepat mengenai sasaran. Karena itulah, tidak ada sedikit pun kerusakan alam sekitarnya. Kota Makkah utuh seperti apa adanya. Begitu pula Ka'bah tetap berdiri dengan anggun, tidak lecet sedikit pun.

Sudah selesai tugas kami untuk menyelamatkan Ka'bah dan menghancurkan pasukan bergajah. Apakah kami masih akan menerima tugas di zaman modern sekarang? Wallahu a'lam.

Nabi Muhammad, Jabal Tsur dan sarang laba-laba

Gunung tertinggi di kota Mekkah terletak 5 km dari kota Mekkah, gunung Tsur memiliki 3 puncak yang bersambungan dan berdekatan, dipuncak gunung ini terdapat gua yang bernama gua Tsur tempat Rasulullah dan sahabatnya Abu Bakar RA bersembunyi dari kejaran kaum kafir Quraisy, peristiwa ini terjadi pada tahun 622 M sewaktu Rasulullah akan hijrah menuju Kota Madinah.

H
ari itu, kaum kafir menduga Rasulullah SAW dan ajarannya bakal "habis". Sebagian telah berangkat ke Madinah, tinggal dia dan sabahatnya, Abu Bakar yang tersisa. Keduanya merupakan most wanted saat itu, dan tekad kaum kafir Quraisy hanya satu: membunuhnya.

Jabal Tsur diyakini bakal menjadi ladang pembantaian bersejarah bagi pria yang dianggap mengganggu karena menyebarkan ajaran tauhid itu. Keduanya ditengarai lari ke atas bukit curam itu. Makin mudah bagi mereka untuk menangkap hidup-hidup atau menghabisinya dengan satu ayunan pedang.

Dengan pertolongan Allah SWT orang kafir yang mengejar Rasulullah terkecoh ketika berada didepan gua mereka menemukan pintu gua dimana Rasulullah bersembunyi ditutupi sarang laba-laba dan burung merpati yang sedang bertelur atas izin Allah SWT. Hingga mereka berfikir tidak mungkin Rasulullah masuk kegua tersebut, sebab jika masuk sarang laba-laba dan sarang burung merpati yang sedang bertelur pasti akan rusak. Peristiwa ini diabadikan oleh Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 40 yang artinya :

“Bila kamu tidak mau menolong Rasul, maka Allah SWT telah menjamin melongnya ketika orang-orang kafir mengusirnya berdua dengan sahabatnya. Ketika keduanya berada dalam gua, dia berkata kepada sahabatnya ‘janganlah engkau berdukacita, karena Allah SWT bersama kita’. Lalu Allah SWT menurunkan ketenangan hati kepada (Muhammad) dan membantunya dengan pasukan-pasukan yang tiada tampak olehmu. Dijadikan-Nya kepercayaan orang-orang kafir paling rendah dan agama Allah SWT menduduki tempat teratas, Allah SWT Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”


Kaum kafir terkecoh. Tak mungkin keduanya berada di sana, jika laba-laba saja membuat sarang di mulut goa. Rasul dan Abu Bakar pun selamat. Namun, mereka belum cepat-cepat keluar dari goa begitu kaum kafir meninggalkan mereka. Tiga malam mereka habiskan waktu di gua pengap itu.

Abu Bakar berkorban dengan caranya. Saat tubuh letih dan lemah, ia mempersilakan Rasulullah SAW tidur di pangkuannya. Terdengar desis ular keluar dari sebuah lubang. Abu Bakar menghalaunya dengan jari kaki sehingga terpatuk ular berbisa. Tubuh Abu Bakar menggigil karena sengatan bisa. Hingga keringat dingin bercucuran dari dagunya dan menetes di pipi Rasulullah SAW yang tengah terlelap tidur.

Di sinilah, pegorbanan lain dilakukan Asma binti Abu Bakar RA. Dia sembunyi-sembunyi menyelinap ke atas bukit untuk mensuplai makanan dengan risiko diketahui kaum kafir dan dihabisi.

Nabi Muhammad SAW dan Gua Hira (Jabal Nur)


Gua Hira yang terletak di perbukitan Jabal Nur merupakan lokasi pertama Rasulullah SAW dalam memikirkan kondisi kaumnya (Quraisy) yang jahiliyah. Kondisi kaumnya yang suka mabuk-mabukan, berzina, hingga membunuh anak kandung sendiri, membuat Muhammad sedih.
Kondisi kaum Quraisy ketika itu sudah sangat buruk dan sangat memprihatinkan. Mereka telah mempertuhankan berhala-berhala yang mereka buat sendiri. Berhala-berhala itu dipuja dan disembah. Mereka meminta kepada berhala-berhala itu karena dianggap sebagai penolong mereka.

Karena itulah, melihat kondisi buruk kaumnya ini, Muhammad bin Abdullah yang terkenal sebagai pria yang jujur (Al-Amin) pergi mengasingkan diri dari kehidupan kaumnya yang nista. Muhammad mencari petunjuk dalam upaya memperbaiki kehidupan kaumnya. Selama tiga tahun berturut-turut pada bulan Ramadhan, Muhammad bertafakur di Gua Hira yang berada di timur laut Kota Makkah, di pinggir jalan menunju Ji’ranah.

Ia menjadi seorang pencari kebenaran sejati (the seeker of truth). Muhammad senantiasa memikirkan keadaan kaumnya yang sudah melupakan ajaran Nabi Ibrahim al-Khalil. Di tempat sempit itulah, Muhammad berkhalwat (mengasingkan diri dari kehidupan duniawi dan mencari hakikat kebenaran). Budaya berkhalwat ini sebenarnya juga menjadi kebiasaan orang-orang Arab. Mereka melakukan hal itu untuk mencari kebenaran dan petunjuk dari yang Mahagaib.

Di suatu malam pada bulan Ramadhan, bertepatan dengan 13 Agustus 610 Masehi, Malaikat Jibril AS atas perintah Allah SWT turun ke bumi untuk menjumpai seorang manusia yang bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib dan menyampaikan firman Allah kepadanya.
Sementara itu, manusia yang akan dipilih menjadi penghulu dari segala nabi itu sedang terlelap tidur di sebuah gua di pegunungan (Jabal) Nur, sekitar enam kilometer dari Kota Makkah.
Ketika terjaga dari tidurnya, Muhammad kaget karena melihat ada orang lain (Malaikat Jibril) dalam gua.



Malaikat Jibril lalu menepuk pundaknya dan menyuruh dirinya untuk membaca. ”
Iqra’ (bacalah),” kata Jibril. Dengan perasaan takut, Muhammad menjawab, ”Ma ana biqari’ (saya tidak bisa membaca).” Lagi-lagi, Malaikat Jibril memintanya untuk membaca, ”Iqra’.” Muhammad yang ummi (tak pandai membaca dan menulis–Red) ini tetap menjawab, ”Ma ana biqari’ (saya tidak bisa membaca).”

Hingga pada yang ketiga kalinya, Jibril mengajaknya untuk membaca.
Iqra’ bismirabbikalladzi khalaq. Khalaqal insana min ‘alaq. Iqra’ warabbukal akram. Alladzi ‘allama bil qalam. ‘Allamal insana ma lam ya’lam.”

(Bacalah dengan (menyebut) Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” [QS Al-Alaq (96): 1-5].

Inilah pembaiatan Muhammad sebagai Rasulullah SAW yang membawa risalah kenabian dan kerasulan untuk mengajak umat manusia menuju cahaya Islam.

Selepas menerima wahyu pertama ini, Rasulullah SAW kemudian pulang ke rumah, menemui istrinya, Khadijah binti Khuwailid RA. Muhammad bergegas meminta istrinya agar memberikan selimut padanya. Kemudian, berceritalah manusia pilihan Allah ini tentang peristiwa yang baru saja dialaminya di Gua Hira.
Tak berlangsung lama, Khadijah mengimani (mempercayai) yang disampaikan suaminya. Sebab, sejak kecil, Muhammad sudah dikenal sebagai seorang pria yang jujur. Karena itu, ia dijuluki dan diberi gelar Al-Amin (yang dapat dipercaya). Khadijah yakin, suaminya telah dipilih oleh Allah SWT sebagai rasul (utusan)-Nya. Muhammad dibaiat untuk membawa umat manusia menuju jalan yang lurus (shiratal mustaqim). Dan, kelima ayat dari surah Al-Alaq itu menjadi akses untuk memperbaiki dunia dari belenggu kebodohan dan kejahiliyahan.

Masjid Jin dan Masjid Pohon

Masjid Jin



Di Kampung Ma’la, tak jauh dari lokasi pemakaman Siti Khadijah di Makkah, masjid itu berdiri. Saksi bisu dialog antara Rasulullah dengan para jin itu hingga kini masih berdiri tegak di tempatnya. Masjid dengan luas 10 x 20 meter itu memiliki dua lantai dan satu basement. Di atap masjid bagian kubah dihias dengan tulisan kaligrafi Alquran Surat Al Jin ayat 1-9.

Sejumlah riwayat menyebutkan, masjid yang berjarak sekira 1 kilometer dari Masjidilharam tersebut dinamakan Masjid al-Jin atau Masjid al-Bai’at, karena di tempat itulah para jin menyatakan keislamannya dan berjanji setia kepada Rasulullah SAW untuk beriman kepada Allah swt.

Diriwayatkan, pada suatu ketika usai salat Subuh Rasulullah SAW dan sahabat Anas bin Malik membaca Surat Ar-Rahman ayat 1-7. Di antaranya berbunyi,”Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"

Lantunan ayat suci Alquran itu rupanya menarik perhatian rombongan jin yang sedang dalam perjalanan ke Tihamah. Para jin tersebut lantas mendatangi tempat asal suara dan menemukan Rasulullah SAW bersama sahabatnya di sana tengah membaca Alquran.

Para jin yang dalam salah satu riwayat disebutkan berjumlah tujuh, kemudian langsung menjawabnya dengan kalimat, "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami tidak mendustakan nikmat-Mu sedikit pun. Segala puji hanya bagi-Mu yang telah memberikan nikmat lahir dan batin kepada kami.”

Setelah itu para jin lantas berdialog dengan Nabi SAW. Mereka lantas menyatakan dirinya beriman kepada Allah SWT. Penegasan keimanan para jin dalam riwayat di atas dijelaskan Allah swt dalam firman-Nya di Alquran Surat Al-Jin ayat 1-2 yang berbunyi:

“Telah diwahyukan kepadamu bahwa sekumpulan Jin mendengarkan ayat Al-quran. Lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan. Yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, karena itu kami tidak akan mempersekutukan Allah SWT kami dengan siapapun juga.”

Melalui kisah ini, Allah swt ingin menegaskan kepada makhluknya bahwa syariat Nabi Muhammad SAW tak hanya berlaku kepada manusia. Tapi juga makhluk lain seperti jin.

“Dan Tidaklah Aku Menciptakan Jin dan Manusia Kecuali untuk Beribadah Kepada-Ku (Adz Dzariyat : 56)”


Masjid Pohon



Menurut al-Azraqy (wafat 244 H/858 M), Masjid Syajaroh terletak berhadapan dengan mesjid Jin. Al-Fakihi juga berpendapat serupa. Tetapi dia menambahkan bahwa di sanalah terdapat pohon di mana Nabi Muhammad SAW, memanggilnya lalu pohon tersebut mendatangi Nabi.

Ibnu al-Jauzi (wafat 597 H) mengatakan bahwa terdapat masjid di tanah tinggi Mekkah yang disebut dengan Masjid Syajaroh, yang berhadapan dengan masjid Jin. Dikisahkan bahwa Nabi Saw memanggil sebuah pohon yang terletak di masjid (sekarang), lalu pohon itu pun tercabut dari bumi memenuhi panggilan Nabi hingga berada di depannya. Kemudian, Nabi menyuruhnya kembali. Maka, pohon itu pun kembali (ke tempat asalnya). Demikian pula menurut Ibnu Zhahirah.


Dari riwayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa mu’jizat Nabi tersebut terjadi di Hujun, di mana pohon tersebut terletak persis di bangunan Masjid Syajaroh sekarang yang berhadapan dengan masjid Jin, sedangkan Nabi saat itu berada di masjid Jin. Dalam riwayat al-Fakihi disebutkan bahwa Jin meminta bukti atau dalil kepada Nabi Saw tentang kebenaran kenabiannya, maka muncullah mu’jizat itu, dan mereka pun masuk Islam serta membai’at Nabi SAW. Masjid Jin ada kaitannya dengan asbabul nuzul Surat Jin.