Jaraknya persis sebelas kilometer dari Masjid Nabawi Madinah. Namanya Masjid Bir Ali. Masjid ini terletak di jalan raya menuju Makkah dari Madinah. Karena sebagai tempat mengambil miqat itu juga, Masjid Bir Ali dikenal dengan nama Masjid al Miqat. Ada juga yang menyebutnya Masjid al Ihram. Masjid yang satu ini memiliki bermacam nama.
Masjid al Miqat ini juga dikenal dengan nama Masjid Dzul Hulaifah. Disebut demikian karena itulah nama distrik atau daerah tempat masjid ini berada. Di sebut Bir Ali karena di daerah ini ada sumur milik Imam Ali kw. Beberapa penduduk asli masih mengingat lokasi sumur itu yang konon tak jauh dari masjid. Lokasi masjid ini cukup unik. Jika dillihat dari kejauhan masjid ini seolah berada di lembah. Dari jauh hanya tampak menara tunggalnya saja. Menara itu menyembul dari balik pepohonan yang rimbun di tengah bukit bebatuan.
Masjid ini merupakan miqat makani atau tempat untuk memulai ihram. Di sini seluruh jamaah yang hendak umrah, berganti pakaian ihram, berniat dan shalat dua rakaat sunnah ihram. Arsitektur masjid ini istimewa karena banyak lorong terbuka atau galeri di dalamnya. Di tengah lorong itu ada pepohonan. Di situ jamaah bisa istirahat sejenak dan menyaksikan pemandangan sekitar.
Masjid ini juga cukup luas ditopang areal parkir dan kamar mandi yang banyak. Bagi yang belum sempat mandi ihram, di sini masih dimungkinkan. Masjid ini dibangun lagi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz saat ia menjabat Gubernur Madinah sekitar 87-93 Hijriah. Kemudian keberadaan masjid ini merosot hingga dibangun lagi oleh Zaini Zaiunddin al Istidar pada tahun 861 Hijriah (1456 M). Dinasti Usmaniah (Turki) juga sempat merehab masjid ini pada tahun 1090 HIjriah (1679 M) melalui salah seorang Muslim India.
Pada masa Raja Fahd bin Abdul Aziz, perluasan masjid dilakukan secara besar-besaran. Lahan di sekitar masjid dibongkar untuk mendukung fasilitas masjid seperti lahan parkir dan penunjang lain. Dengan renovasi itu, luas areal Masjid Bir Ali menjadi sekitar 90 ribu meter per segi. Termasuk di dalamnya ruang terbuka di sekitar masjid. Luas bangunan masjid saja 26 ribu meter persegi. Sisanya, 34 ribu meter persegi terdiri dari jalan, areal parkir, pepohonan, serta paviliun.
Lorong-lorong di dalam masjid sendiri memiliki luas enam meter. Di galeri itu ditutup dengan kubah panjang di atas Mihrab dengan tinggi 28 meter. Masjid ini memiliki menara dengan tinggi 64 meter. Menara itulah yang tampak dari kejauhan. Lantai masjid terbuat dari marmer dan batu granit. Pintunya dari kayu dengan ruangan dilengkapi fasilitas pendingin ruangan.
Di masjid ini terdapat 512 toilet dan 566 kamar mandi. Hal itu untuk menunjang jamaah yang belum sempat mandi ihram dari pemondokan. Ada juga kamar mandi dan tempat wudhu khusus bagi perempuan, jamaah cacat fisik, dan juga orang tua. Kamar mandi itu dijaga oleh askar. Di kamar mandi perempuan, penjaganya malah dari Indonesia yang mengenakan jubah hitam.
Areal parkirnya mampu menampung 500 kendaraan kecil dan 80 kendaraan besar. Konon renovasi masjid ini menghabiskan dana 200 juta riyal Saudi.
Masjid al Miqat ini juga dikenal dengan nama Masjid Dzul Hulaifah. Disebut demikian karena itulah nama distrik atau daerah tempat masjid ini berada. Di sebut Bir Ali karena di daerah ini ada sumur milik Imam Ali kw. Beberapa penduduk asli masih mengingat lokasi sumur itu yang konon tak jauh dari masjid. Lokasi masjid ini cukup unik. Jika dillihat dari kejauhan masjid ini seolah berada di lembah. Dari jauh hanya tampak menara tunggalnya saja. Menara itu menyembul dari balik pepohonan yang rimbun di tengah bukit bebatuan.
Masjid ini merupakan miqat makani atau tempat untuk memulai ihram. Di sini seluruh jamaah yang hendak umrah, berganti pakaian ihram, berniat dan shalat dua rakaat sunnah ihram. Arsitektur masjid ini istimewa karena banyak lorong terbuka atau galeri di dalamnya. Di tengah lorong itu ada pepohonan. Di situ jamaah bisa istirahat sejenak dan menyaksikan pemandangan sekitar.
Masjid ini juga cukup luas ditopang areal parkir dan kamar mandi yang banyak. Bagi yang belum sempat mandi ihram, di sini masih dimungkinkan. Masjid ini dibangun lagi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz saat ia menjabat Gubernur Madinah sekitar 87-93 Hijriah. Kemudian keberadaan masjid ini merosot hingga dibangun lagi oleh Zaini Zaiunddin al Istidar pada tahun 861 Hijriah (1456 M). Dinasti Usmaniah (Turki) juga sempat merehab masjid ini pada tahun 1090 HIjriah (1679 M) melalui salah seorang Muslim India.
Pada masa Raja Fahd bin Abdul Aziz, perluasan masjid dilakukan secara besar-besaran. Lahan di sekitar masjid dibongkar untuk mendukung fasilitas masjid seperti lahan parkir dan penunjang lain. Dengan renovasi itu, luas areal Masjid Bir Ali menjadi sekitar 90 ribu meter per segi. Termasuk di dalamnya ruang terbuka di sekitar masjid. Luas bangunan masjid saja 26 ribu meter persegi. Sisanya, 34 ribu meter persegi terdiri dari jalan, areal parkir, pepohonan, serta paviliun.
Lorong-lorong di dalam masjid sendiri memiliki luas enam meter. Di galeri itu ditutup dengan kubah panjang di atas Mihrab dengan tinggi 28 meter. Masjid ini memiliki menara dengan tinggi 64 meter. Menara itulah yang tampak dari kejauhan. Lantai masjid terbuat dari marmer dan batu granit. Pintunya dari kayu dengan ruangan dilengkapi fasilitas pendingin ruangan.
Di masjid ini terdapat 512 toilet dan 566 kamar mandi. Hal itu untuk menunjang jamaah yang belum sempat mandi ihram dari pemondokan. Ada juga kamar mandi dan tempat wudhu khusus bagi perempuan, jamaah cacat fisik, dan juga orang tua. Kamar mandi itu dijaga oleh askar. Di kamar mandi perempuan, penjaganya malah dari Indonesia yang mengenakan jubah hitam.
Areal parkirnya mampu menampung 500 kendaraan kecil dan 80 kendaraan besar. Konon renovasi masjid ini menghabiskan dana 200 juta riyal Saudi.
No comments:
Post a Comment